Sebut ‘Toilet’, Etika Komunikasi Ahok Rendah

DALAM sebuah wawancara khusus di Kompas TV hari Selasa (17/3/2015) malam, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau popular dipanggil Ahok, dengan sengaja mengeluarkan kata-kata kurang pantas untuk didengarkan para pemirsa televisi.

Makanya gua bilang, panggil gua ke angket, biar gua jelasin semua. Gua bukain ta*k ta*k semua seperti apa. Biar orang tahu, emang ta*k semua gua bilang,” ujar Ahok.

Kata-kata “toilet” tersebut dia lontarkan, lantaran kesal dan muak dengan perilaku anggota DPRD DKI Jakarta yang menyiapkan hak angket terkait anggaran belanja pemerintah daerah (APBD) DKI Jakarta.

Bahkan presenter Kompas TV, Aiman Witjaksono saat itu, sudah mengingatkan kepada Ahok bahwa wawancara itu disiarkan secara langsung. Namun mantan Bupati Belitung Timur ini tidak mengindahkan himbauan mantan presenter RCTI itu.

Usai wawancara, terungkap alasan lain kenapa Ahok berkali-kali mengatakan “toilet”. Ahok merasa kesal dengan Aiman yang dianggap ngeyel karena bertanya berulang-ulang mengenai beredarnya foto istrinya yang duduk di kursi gubernur.

Foto tersebut menggambarkan istri Ahok duduk di kursi gubernur dalam sebuah rapat yang membahas soal pengembangan Kota Tua, Jakarta. Padahal kata Ahok, semua orang bisa datang dan duduk di kursi gubernur, tapi kali ini istrinya yang kena tuding.

Ngeyel saja. Sudah saya jelasin, masih ngeyel gitu. Nggak ngerti. Terus dia (Aiman) bilang ini live, gua sengaja aja, siapa suruh live sama gua,” ujar Ahok ketika itu.

Disebut ngeyel, Aiman Witjaksono melalui akun twitter @AimanWitjaksono memberikan pembelaan diri. Berikut tweet-nya:
  1. Saya ingin menjawab soal “ngeyel” dari hasil wawancara LIVE saya dengan pak Gubernur DKI Jakarta, kemarin.
  2. Sebagai jurnalis, saya selalu konsisten untuk tetap mengikuti Hati Nurani
  3. Selain Nurani, sbg jurnalis saya menjunjung Independensi
  4. Nurani yg mendorong saya untuk perdalam latar belakang dari setiap isu yg berkembang
  5. Dari Independensi saya selalu merasa bebas dalam menggali
  6. Saya pun tak pernah puas, dengan jawaban Narasumber yg tak tuntas
  7. Meskipun dari sikap ini, ada resiko yang saya kandung
  8. Saya ikhlas, mengambil resiko itu.
  9. Karena saya percaya, dari Nurani & Independensi ada makna Kebenaran di dalamnya.
Peristiwa tersebut, Ahok mendapat kecaman dari banyak pihak yang menyayangkan etika komunikasi Gubernur DKI Jakarta. Salah satunya dari legislator daerah pemilihan DKI III (Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu) Tantowi Yahya.

“Bahasa-bahasa ala Ahok seperti, anjing, elu, maling, bangsat lu, dan berbagai umpatan lainnya akan ditiru oleh generasi saat ini. Nanti, akan ada seorang anak berbicara ke orangtuanya dengan panggilan elu, gue,” kata Tantowi, Kamis 19 Maret 2015, dikutip dari Viva.co.id

Menjadi pergunjingan netizen, akhirnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta maaf kepada publik pada tanggal 19 Maret 2015 melalui akun twitter @basuki_btp.

Saya minta maaf kepada publik atas kejadian saat wawancara beberapa hari lalu. Saya sedang sangat kesal dgn kemunafikan

Tapi sikap saya jelas, untuk para koruptor dan kemunafikan, saya tdk akan pernah minta maaf utk ketidaksantunan saya terhadap mereka

Etika Komunikasi

Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika berhubungan dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan.

Dalam ilmu psikologi, etika berkomunikasi antar manusia dalam kehidupan sehari-hari mengandung beberapa penilaian, yakni:
  1. Jujur dan bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan.
  2. Lapang dada dalam berkomunikasi.
  3. Menggunakan panggilan atau sebutan orang yang baik.
  4. Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien.
  5. Tidak mudah emosional.
  6. Bertingkahlaku yang baik.
  7. Berbahasa yang baik, ramah dan sopan.
  8. Berinisiatif sebagai pembuka dialog.
  9. Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan.

Lalu, bagaimana teknik komunikasi yang baik? Berikut contohnya:
  • Menggunakan kata dan kalimat yang baik dan sopan menyesuaikan dengan lingkungan.
  • Gunakan bahasa yang mudah dimengerti lawan bicara.
  • Memberikan ekspresi wajah yang ramah dan murah senyum.
  • Gunakan gerakan tubuh / gesture yang sopan dan wajar.
  • Bertingkahlaku yang baik dan ramah terhadap lawan bicara.
  • Memakai pakaian yang rapi, menutup aurat dan sesuai sikon.
  • Tidak mudah terpancing emosi lawan bicara.
  • Menggunakan volume, nada, intonasi suara serta kecepatan bicara yang baik.
  • Menerima segala perbedaan pendapat atau perselisihan yang terjadi.
  • Mampu menempatkan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai dengan karakteristik lawan bicara.
  • Menggunakan komunikasi non verbal sesuai dengan budaya yang berlaku, seperti berjabat tangan, menunduk, atau hormat.

Analisis

Menjadi pejabat publik seharusnya menerapkan beberapa teknik komunikasi di atas. Bagaimana dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama? Sebagai pejabat publik, dia harus memberikan contoh yang baik bagi warganya.

Terlepas dari tekanan yang dialami, Ahok harus sadar bahwa media massa bisa menjadi perantara yang buruk dan baik bagi pembaca. Ketika melihat kutipan-kutipan atau wawancara pejabat publik yang semestinya tidak dilontarkan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Ahok dapat menunjuk juru bicara yang mampu menyampaikan apa yang menjadi pikirannya kepada publik atau stakeholders dengan tenang dan jujur.

Warga Jakarta sebenarnya tidak butuh isu-isu pertikaian antara eksekutif dan legislatif. Melainkan bukti nyata yang bermanfaat bagi warganya. Sebab tugas Gubernur DKI Jakarta saat ini lebih berat, yaitu mengatasi kemacetan, banjir, kemiskinan, pengangguran, harga-harga kebutuhan rumah tangga yang melambung, keamanan dan kenyamanan kota.

Jika masih berkutat kepada pertikaian antar pejabat, bagaimana Ahok dapat menyelesaikan masalah utama tadi?
Post a Comment (0)
Previous Post Next Post