Kementerian Pertahanan Didik Pasukan Cyber

Kementerian Pertahanan tengah menyiapkan sekitar 50 orang dengan tingkat pendidikan S2 (magister) dan ahli bidang teknologi informasi (IT) untuk membantu Badan Cyber Nasional. Saat ini, para calon pasukan cyber itu sedang dididik di berbagai institusi yang ada di dalam dan luar negeri.

Badan Cyber Nasional ini ditargetkan bisa terbentuk pada akhir bulan ini. Badan ini juga diharapkan dapat mendukung kinerja institusi cyber yang telah aktif di Kementerian Pertahanan. Sebab Badan Cyber Nasional (BCN) mampu menjadi payung intelijen yang mumpuni, terutama dalam memerangi maraknya informasi palsu atau hoax di Internet.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, pihaknya memiliki Cyber Defense, khusus soal pertahanan negara tentang ancaman cyber dari luar sehingga keberadaan Badan Cyber Nasional tidak akan tumpang-tindih dengan Cyber Defense. Sebab, Badan Cyber Nasional lebih berfungsi sebagai koordinator.

Dikutip dari Koran Tempo, Sigit Priyono, Asisten Deputi VII Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, menambahkan Badan Cyber Nasional sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2014 lalu. Rancangan peraturan presiden tentang pembentukan badan tersebut juga sudah diharmoniskan di Kementerian Hukum dan HAM.

Dalam peraturan itu disebutkan Badan Cyber Nasional akan berfungsi sebagai regulator kebijakan cyber nasional. Badan Cyber Nasional tidak akan menyensor konten, tapi menjaga etika peredaran konten yang baik dan benar. Sedangkan kewenangan menindak dan menganalisis isi, diserahkan ke lembaga terkait.

Saat ini sudah ada unit cyber di sejumlah lembaga, seperti unit Cyber Crime di kepolisian, Cyber Defense di Kementerian Pertahanan, dan Cyber Intelligence di Badan Intelijen Negara.

Sementara itu, Kepolisian Republik Indonesia juga menargetkan rencana pengembangan organisasi Sub-Direktorat Cyber Crime menjadi level direktorat pada bulan February mendatang.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menilai pengembangan organisasi cyber di kepolisian itu mendesak dilakukan seiring dengan makin maraknya kejahatan di Internet.

Kepolisian mencatat setidaknya ada 76 ribu serangan cyber per hari. Sebagian besar serangan mengincar situs milik pemerintah. Saat ini kepolisian hanya mampu menangani 1.627 kasus kejahatan cyber. “Kalau personelnya bertambah, kerjanya akan semakin efektif,” kata Boy.

Selektif Blokir  

Terkait dengan rencana pemerintah membentuk Badan Cyber Nasional. Ketua Communication and Information System Security Research Centre (CISSReC) Pratama Persadha menilai rencana tersebut sebagai langkah maju pemerintah. Dia berharap Badan Cyber dapat meminimalkan penyebaran informasi palsu atau konten negatif.

Namun begitu, CISSReC meminta pemerintah selektif dalam memblokir situs. Pratama mengatakan, pemblokiran situs, terutama yang berkaitan dengan portal berita, harus melibatkan Dewan Pers. “Jangan sampai malah terkesan represif,” katanya dikutip dari Antara.

Menurutnya, portal berita berbeda dengan akun media sosial atau situs abal-abal yang tak jelas kepemilikannya. Pemerintah dapat langsung memblokirnya melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika atas usul Polri serta Badan Intelijen Negara. “Tapi masyarakat harus tetap mendapatkan penjelasan yang proporsional dan jelas. Agar tidak terjadi kegaduhan,” ujar Pratama.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen, Suwarjono. Dia juga meminta pemerintah berhati-hati dan benar-benar bisa membedakan antara produk media online yang termasuk pers dan yang bukan pers.

Oleh karena itu, Suwarjono meminta semua portal berita harus dapat memproduksi berita yang bertanggung jawab, profesional, dan mematuhi kode etik, serta tidak ikut menyebarkan ujaran kebencian dan berita bohong.
Post a Comment (0)
Previous Post Next Post