Hasil survei lembaga donasi anti bullying, Ditch The Label, kepada 10.000 remaja berusia 12 hingga 20 tahun di Inggris menyebutkan, Instagram menjadi media sosial yang paling umum digunakan untuk perisakan/perundungan di internet atau cyberbullying.
Cyberbullying yang
dimaksud mencakup komentar negatif pada postingan tertentu, pesan personal tak
bersahabat, serta menyebarkan postingan atau profil akun media sosial tertentu
dengan mengolok-olok.
Dikutip dari Mashable, hasil survei
tersebut
menunjukkan lebih dari 42 persen korban cyberbullying
mengaku mendapatkannya di Instagram. Sebanyak 37 persen via Facebook dan 31 persen di Snapchat.
Survey ini menunjukkan
pergeseran platform untuk melakukan perundungan dari sebelumnya Facebook, yang dinobatkan sebagai wadah cyberbullying nomor satu.
Pada tahun 2014, posisi Facebook sebagai media sosial paling
rentan cyberbullying masih terjaga. Namun persentasenya berkurang menjadi 39 persen remaja yang mengalami cyberbullying
dan 22 persen di Instagram. Biasanya komentar-komentar
negatif itu muncul di Status atau Notes sebagai hidangan sehari-hari di Facebook.
Sejatinya Instagram merupakan platform untuk berbagi konten
visual bukan teks. Meski begitu, komentar-komentar yang merespons konten visual, pengguna agaknya banyak yang tergolong sebagai cyberbullying.
Tanggapan
Instagram
Menanggapi laporan ini, Policy
Chief Instagram Michelle Napchan mengatakan pihaknya akan terus meningkatkan layanannya untuk memberantas cyberbullying.
“Kami tahu komentar-komentar yang diposting orang lain bisa berdampak besar dan
kami telah berinvestasi pada teknologi baru untuk membantu Instagram menjadi
platform yang aman dan positif,” kata Napchan.
Napchan menambahkan teknologi machine learning yang dikembangkan
Instagram memungkinkan komentar-komentar kasar dapat secara otomatis diblok dari akun pengguna. “Kami juga
memberikan pilihan bagi pengguna untuk non-aktifkan komentar atau membuat daftar kata dan emoji
yang ingin mereka sensor dari kolom komentar,” tambahnya.